Berkembangnya teknologi yang semakin maju memudahkan banyak orang dalam membantu kegiatan yang dilakukannya, bahkan bisa membuat pekerjaan baru yang menghasilkan keuntungan didalamnya. Salah satunya adalah bisnis online, tidak banyak terikat peraturan seperti di perkantoran serta bisa melakukannya dimana saja jika alatnya ada seperti gawai atau laptop, koneksi internet baik serta mampu membuat akses yang bisa berinteraksi dengan orang banyak bila itu semua ada kemungkinan bisa mendapatkan income yang lumayan. Menjalankan bisnis online terlihat mudah namun tidak bisa meremehkan juga, butuh kesabaran, ketekunan dan keuletan.

Dalam bisnis, online maupun offline kita perlu mengenalkan produk barang atau jasa yang kita jual agar bisa diketahui banyak orang. Jika masyarakat tahu apa yang kita jual, akan tumbuh minat beli konsumen maka disanalah terjadi pertumbuhan permintaan juga. Banyak cara yang dilakukan perusahaan dalam mengenalkan produk barang atau jasanya seperti seperti iklan tv, radio atau media cetak seperti koran atau majalah, iklan internet serta dijaman sekarang timbul jasa iklan yang dinamakan endorsement. Terlepas dari banyaknya platform untuk mengenalkan produk yang akan dijual, perusahaan harus mengiklankan produknya sekreatif dan sebagus mungkin agar dapat menarik perhatian konsumen.

 

Promo Flash Sale

Flash sale adalah sebuah konsep promosi produk kepada konsumen dengan cara diskon besar-besaran, dalam waktu yang sangat terbatas. Berbeda dengan penawaran terbatas atau penerapan diskon pada umumnya, batas waktu flash sale sangatlah ketat, kadang bahkan hanya dalam hitungan jam. Jadi, konsumen akan tergerak untuk membelinya saat itu juga atau tidak sama sekali, asalkan siap kehilangan kesempatan yang (seakan) langka itu. Flash sale gerai offline sering identik dengan banner/poster merah besar atau pengumuman besar di depan gerai yang bersangkutan. Sementara flash sale secara online sering ditampilkan dengan heboh pada kolom-kolom iklan di situs yang kamu kunjungi atau aplikasi yang sedang digunakan.

Permainan psikologis yang diterapkan dalam flash sale akan menjerat konsumen, periode flash sale yang terpampang jelas secara online akan makin mendesak konsumen membeli barang tersebut sebelum waktu berakhir. Kalaupun konsumen bisa menahan nafsu, konsumen akan mendapatkan e-mail blast dan notifikasi yang terus mengingatkan akan barang kesukaan, yang sedang didiskon.

Tidak hanya itu, berbeda dengan offline, flash sale pada e-commerce tidak akan menghapus produk yang sudah terjual habis, tapi tetap menampilkannya dalam daftar produk flash sale. Hanya saja produk yang habis tersebut diberi label "sold out". Kondisi ini akan membuat konsumen berpikiran bahwa konsumen itu bisa saja mendapatkan produk tersebut seandainya ia lebih cepat atau saat itu memiliki dananya. Akhirnya konsumen menunggu kesempatan flash sale berikutnya dan bahkan terjebak membeli barang yang konsumen mampu, meskipun konsumen saati tu tidak benar-benar membutuhkannya, hanya agar kesempatan itu tidak terlewat lagi.

 

Iklan Media TV

Biasanya konsumen akan mudah tergiur dengan barang yang ditampilkan dalam sebuah iklan, baik itu di televisi, koran, atau majalah. Namun sayangnya saat konsumen sudah membeli produk tersebut, ternyata tampilan dan penyajiannya berbeda dari apa yang dilihat di iklan. Penyajian asli yang dibeli dan yang dilihat di iklan bisa terlihat sangat berbeda karena yang ada di iklan tersebut dibuat khusus untuk keperluan iklan. Pengambilan gambar yang menarik membutuhkan faktor- faktor yang mendukung untuk hasil iklan yang lebih bagus, seperti menggunakan green screen, robot kamera, serta menggunakan barang- barang disekitar yang menyerupai produk yang mendukung pembuatan iklan komersial karena jika menggunakan produk aslinya untuk kebutuhan pembuatan iklan yang memakan waktu sampai berjam- jam produknya tak tahan lama.

Dalam promosi, iklan hanya menampilkan aspek yang baik dari barang atau jasa yang dijual dan menutupi aspek buruknya. Tidak mungkin bisa "sepenuhnya jujur" dalam melakukan usaha promosi. Dan sudah menjadi hal yang dimaklumi kalau orang- orang akan tertarik pada promosi yang "menarik" dan "indah", sehingga banyak usaha promosi yang terkesan "dilebih-lebihkan" padahal apa yang konsumen dapat nantinya tidak sesuai dengan apa yg diperlihatkan di promosi.

Iklan juga dibuat untuk "memainkan" emosi audiensnya, sehingga iklan sebisa mungkin harus "memainkan" emosi karena pembelian produk sangat berkaitan dengan aspek emosional (walaupun aspek rasional juga tidak bisa dikesampingkan, tapi seringkali perannya tidak dominan), maka iklan harus ditampilkan "seindah" dan "se-menggoda" mungkin agar audiens tergugah untuk membeli produk yang diiklankan.

 

Pandangan saya terkait promo flash sale serta iklan media tv yang tak sesuai ekspetasi

Dilansir dari IDNTimes - Flash sale akan membuat banyak orang merasa mereka bisa mendapatkan barang yang biasanya di atas kemampuan mereka, sehingga mereka tidak tertinggal dalam tren produk yang berlangsung. Umumnya perusahaan akan melakukan atau bergabung dalam flash sale di situs e-commerce karena beberapa alasan berikut:

Adanya pergantian musim (terutama produk fashion) sementara ada kelebihan stok dari musim sebelumnya, agar kapasitas gudang cukup untuk stok yang baru. Adanya kelebihan stok produk yang masih jauh dari target penjualan, padahal telah menghabiskan biaya pemasaran yang besar. Munculnya produk dengan tipe baru yang lebih canggih dan lebih diminati. Tren penjualan produk tersebut mengalami penurunan signifikan dan berusaha dibuat agar grafiknya setidaknya tidak terlalu curam. Perusahaan ingin menjaring konsumen-konsumen baru yang sebelumnya tidak mampu atau berkesempatan mendapatkan produk tersebut.

Jadi menurut saya adanya flash sale akan saling menguntungkan kedua belah pihak. Produk yang masih ada dan belum terjual bisa terjual lalu perusahaan mendapatkan keuntungan serta konsumen bisa mendapatkan barang yang mereka inginkan dengan harga yang sesuai dengan kemampuan beli mereka.


Iklan media tv yang biasa- biasa saja tidak akan membuat orang- orang yang melihatnya tertarik untuk membeli jadi rasanya percuma untuk mengiklankan produk, maka dari itu proses pembuatan iklan dilakukan sangat profesional membuatnya dengan sekreatif mungkin dan sebaik mungkin. Maka jika kita beli dengan aslinya akan terasa sangat berbeda.

Menurut saya, alasan mengapa konsumen masih ingin membeli produk kita padahal iklannya berbeda dari yang aslinya karena masyarakat telah tahu bahwa iklan menggunakan kalimat yang berlebihan (hiperbola). Jika kalimat iklan sesuai aslinya maka tak ada daya tarik atau daya pikat dari produk itu sendiri. Serta menggunakan visual yang membuat kita ingin membeli produk tersebut.

Tapi jika ada unsur sengaja dalam membohongi konsumen tentunya perusahaan bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999. Pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku maupun pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang tersebut adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.




1. Mengenal Etika Profesi

Kanter (2001) memberikan pengertian etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut kalangan profesional.

Karena kelompok profesional merupakan kelompok yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri.

Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian (Wignjosoebroto, 1999).

Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

 

2.      Etika Profesi Jurnalistik

Jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi pada masyarakat,yang bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti informasi yang disebarluaskan merupakan informasi yang diperlukan. Jurnalistik berasal dari bahasa asing yaitu diurnal dan dalam bahasa inggris journal yang berarti catatan harian.

Etika jurnalistik adalah Standart aturan perilaku dan moral yang mengikat para jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaanya. Etika jurnalistik ini sangat penting dimana bukan hanya mencerminkan standart kualitas jurnalistik namun untuk menghindari dan melindungi masyarakat dari kemungkinan dmpak yang merugikan dari tindakan atu perilaku keliru dari seorang jurnalis.

 

3.      Kode Etik Jurnalistik dan Sanksi Pelanggarannya

Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Pers №03 / SK-DP / III / 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik, terdapat pasal-pasal di dalamnya, pasal-pasal tersebut adalah:

Pasal 1

“Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”

Penafsiran dari Pasal 1, yaitu (a) independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers, (b) akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi, © berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara, dan (d) tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata- mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

“Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.”

Penafsiran dari Pasal 2, yaitu cara-cara yang profesional adalah: (a) menunjukkan identitas diri kepada narasumber, (b) menghormati hak privasi, © tidak menyuap, (d) menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya, (e)rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang, (f) menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara, (g) tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri, (h) penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”

Penafsiran dari Pasal 3, yaitu (a) menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu, (b) berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional, © opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta, (d) asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

“Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.”

Penafsiran dari Pasal 4, yaitu (a) bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, (b) fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk, © sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan, (d) cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata- mata untuk membangkitkan nafsu birahi, dan (e) dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

“Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.”

Penafsiran dari Pasal 5, yaitu (a) identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak dan (b) anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6

“Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.”

Penafsiran dari Pasal 6, yaitu (a) menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum dan (b) suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

“Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.”

Penafsiran dari Pasal 7, yaitu (a) hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya, (b) embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber, © informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya, dan (d) “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

“Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.”

Penafsiran dari Pasal 8, yaitu (a) prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas dan (b) diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

“Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.”

Penafsiran dari Pasal 9, yaitu (a) menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati dan (b) kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

“Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.”

Penafsiran dari Pasal 10, yaitu (a) segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar dan (b) permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

“Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.”

Penafsiran dari Pasal 11, yaitu (a) hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya, (b) hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain, dan © proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

 

Sanksi pelanggarannya

Dalam masalah terkait pelanggaran, biasanya apabila penyimpangan itu dilakukan secara tidak sengaja, maka pihak pers yang menerbitkannya akan langsung meralat kesalahan yang telah mereka lakukan dan memperbaiki diri (instropeksi) agar tidak terulang kembali. Namun sebaliknya, apabila pelanggaran atau penyimpangan kode etik jurnalistik tersebut dilakukan secara sengaja dan tidak ada pengakuan dari pihak yang melanggar, maka pihak yang berwenang akan memberikan sanksi yang tegas seperti misalnya larangan broadcast dan lain-lain.

Pers yaitu jurnalis yang melakukan pelanggaran atau penyimpangan secara sengaja, akan mendapatkan bentuk hukuman atau sanksi yang bisa diberikan oleh dewan kehormatan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia), bentuk hukuman untuk jurnalis yang melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik yaitu: (1) tahap pertama diberikannya peringatan biasa, (2) tahap kedua diberikan-nya peringatan keras, dan (3) tahap ketika dilakukannya skorsing terhadap jurnalis dari keanggotaan PWI dengan durasi 2 tahun berturut-turut.

 

4.    Artikel yang Berkaitan Dengan Etika Profesi Jurnalistik (Kasus Pelanggaran Etika Profesi Jurnalistik)

 

Dewan Pers: "RCTI" Langgar Kode Etik Jurnalistik

 

Dewan Pers memutuskan, stasiun televisi RCTI melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik soal kejelasan sumber informasi terkait pemberitaan soal "Dugaan Pembocoran Materi Debat Capres" yang ditayangkan dalam program Seputar Indonesia Sore pada 11 Juni 2014, Seputar Indonesia Malam pada 11 Juni 2014, dan Seputar Indonesia Pagi pada 12 Juni 2014. Pada berita tersebut, RCTI mengatakan adanya pembocoran materi debat calon presiden yang menguntungkan pasangan capres-cawapres Joko "Jokowi" Widodo dan Jusuf Kalla. Dewan Pers menilai, sumber pemberitaan tersebut tidak jelas. Stasiun televisi milik Hary Tanoesoedibjo, yang mendukung pasangan capres-cawapres saat itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dinilai tidak memiliki dokumen yang kuat untuk mendukung tudingannya. "Konfirmasi yang sudah dilakukan oleh teradu (RCTI) kepada Komisioner KPU dan tim sukses Jokowi-JK tidak dapat menutupi lemahnya sumber informasi atau data yang dapat menjadi landasan teradu dalam memberitakan isu bocornya materi debat capres," demikian isi putusan Dewan Pers No 27/PPD-DP/XI/2014 yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Jumat (21/11/2014). Dewan Pers mengatakan, seharusnya RCTI melakukan verifikasi terlebih dahulu terhadap informasi tersebut sebelum menayangkannya demi memenuhi prinsip keberimbangan. "Penayangan berulang-ulang berita yang tidak jelas sumbernya tidak sesuai dengan prinsip jurnalistik yang mengedepankan akurasi, independensi, dan tidak beriktikad buruk," kata Bagir dalam putusannya. Dewan Pers pun merekomendasikan RCTI untuk mewawancarai Komisioner KPU Pusat selaku prinsipal, dan menyiarkannya sebagai hak jawab. RCTI juga dituntut meminta maaf kepada publik dan menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi Dewan Pers. Hal ini diputuskan setelah adanya laporan dari Dandhy D Laksono selaku warga, dan Raymond Arian Rondonuwu selaku karyawan RCTI ke Dewan Pers pada 16 Juli 2014. Sebelum memutuskan, Dewan Pers telah mengundang Dandhy, Raymond, dan pihak RCTI pada 5 September 2014 untuk memberikan penjelasan dan klarifikasi.

 

(written by, Bilqismah Mawarni Safitri)

 

 

 

Reference

Kanter, E.Y, 2001, Etika Profesi Hukum, Penerbit Storia Grafika: Jakarta.

http://eprints.undip.ac.id/4907/1/Etika_Profesi.pdf

https://medium.com/@marsileaaa/kode-etik-jurnalistik-b2467608f857

https://nasional.kompas.com/read/2014/11/22/00575771/Dewan.Pers.RCTI.Langgar.Kode.Etik.Jurnalistik


Membentuk Question Tag

Question tags
Question tags adalah pertanyaan singkat yang kita taruh di akhir kalimat - terutama diucapkan Inggris. Ada banyak tag pertanyaan yang berbeda tetapi aturannya tidak sulit untuk dipelajari.

Positive/negative
Jika bagian utama kalimatnya positif, Question tags negatif….
  •  He’s a doctor, isn’t he?
  •  You work in a bank, don’t you?
dan jika bagian utama kalimatnya negatif, Question tags positif….
  • You haven’t met him, have you?
  • She isn’t coming, is she?
Dengan Verb Auxiliary
Question tags menggunakan kata kerja yang sama dengan bagian utama dari kalimat. Jika ini verb auxiliary (‘Have’, ‘be’) maka Question tags dibuat dengan kata kerja tambahan…
  • They’ve gone away for a few days, haven’t they?
  • They weren’t here, were they?
  • He had met him before, hadn’t he?
  • This isn’t working, is it?
Tanpa Verb Auxiliary
Jika bagian utama kalimat tidak memiliki verb auxiliary, maka tag pertanyaan menggunakan
bentuk ‘do’ yang tepat…
  • I said that, didn’t I?
  • You don’t recognise me, do you?
  • She eats meat, doesn’t she?
Dengan Modals
Jika ada kata kerja modal di bagian utama kalimat, Question tags menggunakan kata kerja modal yang sama…
  • They couldn’t hear me, could they?
  • You won’t tell anyone, will you?
Dengan ‘I am’
Hati-hati dengan Question tags dengan kalimat yang dimulai ‘I am’. Question tags untuk ‘I am’ adalah  ‘aren’t I?’
  • I’m the fastest, aren’t I?
Intonasi
Question tags dapat berupa pertanyaan ‘real’ di mana Anda ingin tahu jawabannya atau hanya meminta persetujuan ketika kita sudah tahu jawabannya…
Jika Question tags adalah pertanyaan nyata, kami menggunakan intonasi naik. Nada suara kami naik.
Jika kita sudah tahu jawabannya, kita menggunakan intonasi yang jatuh. Nada suara kami jatuh.

I'm baaaaaack! it's been crazy month, everyone's is so can't wait for holiday season and it seem everyone press a fast forward button, everything is on fast mode. Bahkan dibulan ini my friends has already passed the semester exam, WOW!!
Tapi nggak apa- apa kita lakukan perlahan, kita semua menginginkan liburan, yeahh.. untuk tulisanku kali ini masih sama.. masih mencangkup tugas. Mungkin kalau nggak ada tugas softskill ini huftt.. udah nggak kefikiran nulis blog dehh saking banyaknya tugas, so thanks my college I have a softskill course that deals with blog.
Masih membicarakan tentang daerah, untuk kali ini tugasnya kearifan lokal. Yang menarik untuk ditarik dari materi ini we want discuss about awig- awig. Ada yang udah tau belum apa itu awig- awig? Kalau belum keep read it!

#Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan local biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.
Awig – awig, yaitu hukum adat yang disusun dan harus ditaati oleh krama  (masyarakat) desa adat/pekraman di Bali untuk mencapai Tri Sukerta. Tri Sukerta antara lain, Sukerta tata Parahyangan (keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan), Sukerta tata Pawongan (keharmonisan hubungan manusia dengan manusia), dan Sukerta tata Palemahan (keharmonisan hubungan manusia dengan lingkungannya), yang merupakan perwujudan dari ajaran Tri Hita Karana.
Untuk lebih singkatnya Awig-Awig memuat aturan adat yang harus dipenuhi setiap warga masyarakat Bali, dan sebagai pedoman dalam bersikap dan bertindak terutama dalam berinteraksi dan mengelola sumber daya alam & lingkungan. Kearifan lokal yang satu ini tidak hanya ada di Bali loh, tapi ada juga di Lombok Barat.

#Fungsi Awig-Awig Desa Adat
Awig-awig atau instrumen hukum adat yang berlaku bagi masyarakat desa adat di Bali merupakan pengikat antara sesama masyarakat desa adat serta antara masyarakat desa adat dengan wilayah desa adat itu sendiri. Awig-awig ini sangat unik karena merupakan hasil dari kesepakatan dari masyarakat desa adat. Apa yang menjadi isi dari awig-awig merupakan kesepakatan yang diambil secara sadar dan suka rela oleh masyarakat desa adat. Tidak ada sistem voting, melainkan musyawarah untuk mencapai kesepakatan. Nilai kesepakatan inilah yang paling unik sekaligus menjadi kunci dari pelaksanaan awig-awig ini. 
Awig-awig ada yang berbentuk tertulis dan ada yang hanya berupa kesepakatan dalam bentuk lisan. Awig-awig dalam bentuk tertulis disebut Awig-Awig Smerthi sedangkan yang dalam bentuk lisan disebut Awig-awig Sruthi (maafkan bila ada salah penulisan), serupa dengan bentuk Kitab Suci Weda. Semua bentuk awig-awig tersebut disepakati dalam rapat antar masyarakat desa adat yang disebut sangkepan. Awig-awig yang sudah siap dilaksanakan tanpa adanya sanksi disebut Pesuaran sedangkan awig-awig yang sudah disepakati dan memiliki sanksi disebut Pararem. Pararem ini, menurut MUDP Provinsi Bali, kadang diartikan sebagai bentuk turunan dari Awig-Awig oleh banyak desa adat di Bali meskipun sejatinya Pararem dan Awig-Awig itu berada pada level yang sama.
Keanggotaan masyarakat desa adat bersifat sukarela. Anda bisa menjadi anggota desa adat dimana anda tinggal, bisa juga tidak, tidak ada paksaan sama sekali. Oleh karenanya tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk tunduk pada awig-awig desa adat tempat dia tinggal selama dia bukan bagian dari masyarakat desa adat tersebut. Karena adanya celah ini maka pembangunan apapun yang terjadi di dalam Desa Adat tidak dapat dikontrol sepenuhnya oleh Desa Adat kecuali untuk pembangunan di dalam aset Desa Adat itu sendiri.
Apabila pembangunan dilakukan di atas lahan dengan sertifikat hak milik namun berada di dalam wilayah desa adat, desa adat tidak dapat mengintervensi pembangunan yang dilakukan di atas lahan tersebut. Maka tidak heran bila banyak bangunan-bangunan dan aktivitas komersil berdiri berdampingan dengan Kawasan Tempat Suci dan Kawasan Suci. Untuk mengendalikan pembangunan disekitar Kawasan Tempat Suci dan Kawasan Suci tidak dapat mengandalkan awig-awig karena kelemahan di atas. Oleh karenanya Pemerintah Provinsi Bali kemudian memasukkan pengaturan radius kesucian bagi Kawasan Tempat Suci dan Kawasan Suci di Bali dalam RTRW Provinsi Bali sebagai payung hukum formal pengendalian pembangunan di sekitarnya.

#Awig-Awig Desa Adat Bersifat Pasif
Kembali lagi kepada masalah kelemahan awig-awig. Awig-awig merupakan instrumen hukum adat yang bersifat pasif, yang artinya awig-awig hanya akan berfungsi sebagai instrumen hukum ketika terjadi pengaduan dari masyarakat desa adat terkait dengan pelanggaran kesepakatan. Selama tidak ada pengaduan atau keluhan dari masyarakat maka awig-awig tersebut tidak dapat dijalankan sebagai sebuah instrumen hukum. Oleh karenanya selama pembangunan yang ada tidak mendapatkan keluhan dari masyarakat desa adat, maka pembangunan apapun itu dapat berlangsung tanpa menyalahi kesepakatan yang ada di dalam awig-awig.
Lalu bagaimana apabila terjadi pelanggaran kesepakatan atau kesepakatan ternyata tidak dapat digunakan lagi? apabila terjadi pelanggaran kesepakatan maka pengaduan disampaikan dalam sangkepan dan disanalah dibacakan awig-awig yang telah disepakati. Penyelesaian sengketa atau pelanggaran dilakukan dengan kesepakatan pula dan bisa jadi menjadi substansi baru dalam awig-awig, bisa dalam bentuk Pararem atau Pesuaran. Begitu juga dengan kesepakatan yang dianggap sudah usang dapat diganti dengan kesepakatan baru. Konsep ini kita kenal dengan konsep Desa, Kala, Patra. Konsep ini menekankan pada lokasi (Desa), waktu (Kala) dan kondisi (Patra) dimana awig-awig itu disepakati. MUDP selalu menekankan kepada saya tentang kesepakatan ini. Bukan persetujuan, bukan penetapan, tapi kesepakatan.
Bila kta menoleh ke dunia nyata, terselenggaranya pembangunan yang sangat massif di Provinsi Bali khususnya di Bali Selatan dimungkinkan oleh 2 hal (terkait dengan posisi desa adat) :
1. Masyarakat desa adat di Kawasan Bali Selatan sangat polos dan menerima dengan tangan terbuka akan pembangunan yang terjadi.
2. Konflik laten, dimana keluhan yang ada tidak disuarakan melainkan dipendam dalam hati karena mereka (masyarakat desa adat) sadar bahwa pembangunan itu dilakukan di atas lahan berstatus hak milik.

#Awig-Awig Desa Adat di Mata Hukum Formal
Lalu bagaimana posisi hukum adat di mata hukum formal yang berlaku? MUDP mengatakan bahwa dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara hanya mengakui keberadaan desa adat selama eksistensinya masih ada di dalam negara. Sebatas mengakui saja, bukan menjadikan hukum adat sebagai instrumen hukum formal. Oleh karenanya hukum adat tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara.
Apabila terjadi sengketa antara desa adat dengan siapapun di luar anggota desa adat, posisi desa adat sangat lemah, terlebih sengketa lahan yang telah menjadi hak milik. Oleh karenanya saat ini tengah diperjuangkan (oleh MUDP) agar desa adat memiliki posisi hukum yang lebih kuat khususnya dalam mengahadapi sengketa lahan di dalam wilayah desa adat tersebut. Apalah artinya desa adat apabila di dalam wilayahnya sendiri dia tidak memiliki kekuatan secara hukum dalam mengintervensi pembangunan ataupun meredam konflik.
Kelemahan-kelemahan di atas yang menjadi salah satu celah terjadinya pembangunan yang sangat massif di Bali Selatan. Seandainya desa adat memiliki kekuatan hukum dalam mengendalikan pembangunan di dalam wilayahnya, mungkin saja wajah pembangunan Bali Selatan tidak seperti saat ini. Keresahan inilah yang diutarakan oleh Bendesa Adat Kuta, yang bahkan menyebutkan Desa Adat dan awig-awig bukan segala-galanya karena posisi hukum formal lah yang memiliki kewenangan dalam menindak pembangunan yang ada.
Penerapan awig-awig desa adat akan sangat bergantung pada Desa, Kala, Patra Desa Adat tersebut. Apa yang telah saya paparkan di atas bisa jadi tidak ditemui di desa adat lainnya. Apa yang saya paparkan di atas merupakan apa yang menjadi polemik di Desa Adat Kuta. Saya tidak akan menggurui kalian untuk melakukan tindakan tertentu untuk bisa membantu mengurangi atau menutup kelemahan desa adat, karena kembali lagi desa adat merupakan organisasi kesukaan atau kesukarelaan, bukan paksaan. Saya hanya ingin berbagi apa yang menjadi fakta empiris implementasi awig-awig di Provinsi Bali. Semoga apa yang telah saya paparkan ini bisa membantu menambah wawasan terkait dengan awig-awig desa adat.

#Karakteristik Awig-Awig
Bersifat sosial religius, yang tampak pada berbagai tembang-tembang, sesonggan, dan pepatah-petitih. Untuk membuat sebuah awig-awig harus menentukan hari baik, waktu, tempat dan orang suci yang akan membuatnya, hal ini dimaksudkan agar awig-awig itu memiliki kharisma dan jiwa/taksu. Awig-awig yang ada di desa pakraman tidak saja mengatur masalah bhuwana alit (kehidupan sosial) tapi juga mengatur bhuwana agung (kehidupan alam semesta). Hal inilah yang mendorong Masyarakat Bali sangat percaya dan yakin bahwa awig-awig ataupun pararem tidak saja menimbulkan sanksi sekala (lahir) juga sanksi niskala (batin).

Bersifat konkret dan jelas artinya disini hukum adat mengandung prinsip yang serba konkret, nyata, jelas, dan bersifat luwes. Kaedah-kaedah hukum adat dibangun berdasarkan asas-asas pokok saja, sedangkan pengaturan yang bersifat detail diserahkan pada pengolahan asas-asas pokok itu dengan memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat. Jadi dari sini akan muncul peraturan adat lain seperti pararem sebagai aturan tambahan yang berisi petunjuk pelaksana, aturan tambahan, dan juga bisa saja sanksi tambahan yang belum ada, sudah tidak efektif atau belum jelas pengaturannya dalam awig-awig.

Bersifat dinamis, hukum adat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Ketika masyarakat berubah karena perkembangan jaman, hukum adat ikut berkembang agar mampu mengayomi warga masyarakat dalam melakukan hubungan hukum dengan sesamanya (Sirtha, 2008:152).

Bersifat kebersamaan atau komunal. Dalam Hukum Adat Bali tidak mengenal yang namanya Hakim Menang Kalah, namun yang ada adalah Hakim Perdamaian. Karena Hukum Adat Bali lebih mementingkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Setiap individu mempunyai arti penting di dalam kehidupan bermasyarakat, yang diterima sebagai warga dalam lingkungan sosialnya. Dengan demikian, hukum adat menjaga keseimbangan kepentingan bersama dengan kepentingan pribadi. Dalam awig-awig desa pakraman menjaga keseimbangan tiga aspek kehidupan manusia merupakan hal terpenting serta inilah yang membedakan awig-awig dengan hukum adat lainnya. Kita ketahui bersama masyarakat Bali dikenal sebagai masyarakat yang memiliki sifat komunal dan kekeluargaan dalam kehidupan kesehariannya, artinya manusia menurut hukum adat setiap individu mempunyai arti penting di dalam kehidupan bermasyarakatmempunyai ikatan yang erat, rasa kebersamaan ini meliputi seluruh lapisan hukum adat (Sudiatmaka, 1994:12).

Karakteristik lainnya dari awig-awig yakni tidak seperti hukum nasional atau hukum barat yang jarang mengakomodir dimensi sosiologis, hukum adat sebaliknya lebih mengakomodir dimensi sosiologis. Dengan demikian, dalam pembangunan hukum nasional, hukum adat menjadi bahan-bahan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sedangkan lembaga-lembaga hukum adat seperti lembaga keamanan tradisional yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dapat digunakan dalam penegakan hukum (Sirtha, 2008:27).
Awig-awig yang hidup dalam masyarakat tidak hanya membedakan hak dan kewajiban melainkan juga memberikan sanksi-sank adat baik berupa sanksi denda, sanksi fisi, maupun sanksi psikologi dan yang bersifat spiritual, sehingga cukup dirasakan sebagai derita oleh pelanggarnya. Sanksi Adat adalah berupa reaksi dari desa pakraman untuk mengembalikan keseimbangan magis yang terganggu. Jenis-jenis sanksi adat yang diatur dalam awig-awig maupun pararem anatar lain :
a. Mengaksama (minta maaf)
b. Dedosaan (denda uang)
c. Kerampang (disita harta bendanya)
d. Kasepekang (tidak diajak bicara) dalam waktu tertentu
e. Kaselong (diusir dari desanya)
f. Upacara Prayascita (upacara bersih desa) (Sirtha, 2008:32).

#Kesimpulan

Awig-Awig Desa memiliki peran yang sangat besar didalam menjaga warisan-warisan adat dari nenek moyang mereka. Awig-awig desa merupakan sebuah peraturan desa yang dibuat dan disepakati oleh para tokoh adat dengan awiq-awiq itulah mereka memberikan batasan dan mengatur orang-orang luar yang belum mengerti tentang adat dan kebudayaan yang mereka junjung tinggi.




Gambar













DaftarPustaka
Semadi, Dewa.2015.Awig-AwigSebagaiProdukHukumAdat di Bali https://www.kompasiana.com/dewa-semadi/awig-awig-sebagai-produk-hukum-adat-di-bali_55d4af69c022bd8711555fc4http://awig-awig.blogspot.co.id/
https://sandywayn.wordpress.com/2015/06/07/awig-awig-desa-adat-pesedahan/
https://dhebotblogbelog.blogspot.co.id/2014/01/awig-awig-dalam-desa-pakraman.html
http://starinvasion.com/sedikit-tentang-awig-awig-desa-adat-di-bali/
https://www.google.co.id/search?q=awig+awig&rlz=1C1TBPT_enID697ID699&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ved=0ahUKEwim9YHglqTXAhWMQ48KHamlCp4QsAQIOw&biw=1366&bih=662

Mari Mengkaji Kehidupan Masyarakat dan Budaya Desa Sade



Tradisi Masyarakat Setempat

Tradisi di Desa Sade terbilang unik banyak sekali hal- hal yang pastinya harus kamu tau tentang Desa Sade ini

Ø  Kawin Culik

Terdapat sebuah tradisi sebelum seorang pria melamar wanita yang menjadi pilihannya. Calon pengantin pria akan menculik sang wanita pilihannya pada malam hari. Wanita tersebut akan dipulangkan ke rumah orang tuanya pada esok pagi atau setelah beberapa hari untuk dilamar.

Tradisi ini adalah sesuatu hal yang romantis bagi mereka yang saling mencintai. Namun, jika sang wanita tidak mencintai si penculik, maka itu adalah sebuah kesedihan baginya.

Orang tua perempuan tidak bisa menolak lamaran sang penculik, karena jika ditolak akan berakibat buruk bagi sang putri dimana di kemudian hari tidak ada laki-laki yang mau melamarnya.

 

Ø  Membersihkan Lantai Dengan Kotoran Kerbau

Bila lantai rumah dirasa telah kotor maka sebisa mungkin di bersihkan dengan cara di sapu ataupun menempuh langkah terakhir yaitu mengepel lantai rumah. Pada kondisi normalnya, untuk mengepel lantai rumah dapat dilakukan dengan cara menyiramkan air dan sabun pembersih lantai ke permukaan lantai lalu di lakukan proses pengepelan. Dengan menggunakan sabun lantai membuat lantai lebih harum dan tentunya menjadi lebih kinclong. Namun tidak bagi suku sasak di Desa Sade. Ada cara unik yang di lakukan oleh suku sasak untuk mengepel lantai rumah yaitu menggunakan kotoran sapi atau kerbau. Bagi suku sasak mengepel lantai rumah menggunakan kotoran sapi dan kerbau dapat membuat lantai rumah menjadi lebih kesat, mengkilap dan dapat mengusir nyamuk serta lalat dari rumah. Selain itu mengepel lantai rumah menggunakan kotoran sapi dan kerbau ini mampu membuat lantai rumah menjadi lebih dingin di kala musim panas dan menjadi lebih hangat di kala musim hujan.

Ø  Rumah Adat

Rumah adat Sasak (Bale Tani) sangat sederhana dan terbuat dari bahan baku kayu serta anyaman bambu pada bagian dindingnya. Atap rumahnya menggunakan jerami dari daun alang-alang atau daun rumbia. Lantainya terbuat dari campuran antara tanah, getah pohon, dan abu jerami.

Rumah adat ini terbagi menjadi 2 Bale yaitu Bale Luar (ruang depan) dan Bale Dalam (ruang belakang). Di antara kedua Bale ini memiliki perbedsapi aan ketinggian sehingga terdapat 3 buah anak tangga.

Tiga anak tangga tersebut sebagai simbol Wetu Telu (tiga waktu) yaitu lahir, berkembang, dan meninggal. Pintu kayu untuk masuk ke Bale Dalam berbentuk oval dan berukuran kecil.

Di Bale Dalam terdapat 2 buah tungku yang terbuat dari bahan baku tanah serta menyatu dengan lantai rumah. Tungku tersebut dipergunakan untuk memasak dengan bahan bakar kayu.

Di depan rumah terdapat bangunan yang berfungsi untuk menyimpan padi (lumbung padi). Pada bagian bawah bangunan tersebut digunakan oleh penduduk Desa Sade sebagai tempat bersosialisasi antar sesama warga.

Selain itu, juga terdapat bangunan yang bernama Berugak. Bangunan ini mirip dengan pondok atau gazebo.

 

Mata Pencaharian

Mayoritas kaum laki-laki Desa Sade berprofesi sebagai petani atau bekerja di luar desa, sedangkan kaum perempuan akan membantu mencari nafkah dengan cara menenun, baik itu tenun songket ataupun tenun ikat.

Untuk membuat selembar kain songket khas Lombok, dibutuhkan waktu antara 1 minggu sampai dengan 1 bulan. Lamanya waktu tergantung dari warna, kerumitan corak, dan ukuran dari songket tersebut.

Alat yang digunakan masih manual dan terbuat dari kayu. Bahkan, benang yang akan dipakai adalah hasil dari proses pemintalan kapas dan dilakukan sendiri oleh mereka dengan menggunakan alat pintal kayu sederhana.

Pewarnaan pada benang berasal dari aneka tumbuhan seperti warna biru dari buah mangkudu dan warna kuning dihasilkan dari kunyit. Sehingga hasilnya terbilang sempurna dan berseni.

Maka dari itu harga yang ditawarkan disana terbilang mahal. Harga sehelai kain tenun asli Sasak berbahan katun mencapai Rp 500.000-Rp 800.000 untuk ukuran 60 x 200 sentimeter. Sementara harga kain berbahan sutra Rp 1,75 juta hingga Rp 2 juta per helai. Di desa wisata ini, kamu juga berkesempatan untuk belajar menenun kain loh.

Selama berada di Desa Sade, wisatawan dapat dengan mudah menjumpai hasil karya mereka yang dipajang di hampir setiap rumah. Selain menenun, perempuan di Desa Sade juga membuat aneka assesoris wanita sepeti kalung, gelang, anting, dan juga cincin. Aneka assesoris ini begitu cantik dan kaya warna.

 

Kesenian

Beberapa kesenian khas Desa Sade antara lain kesenian Gendang Beleq, Tarian Oncer dan Peresehan. Pada zaman dahulu, kesenian Gendang Beleq sering dipertunjukkan di hadapan raja sebagai bentuk untuk mengantar pasukan yang akan berangkat ke medan perang.

Tari Oncer adalah tari tradisional yang merupakan tarian bersama ditampilkan sejumlah 6 hingga 8 orang pembawa kenceng disebut penari kenceng dan dua orang pembawa gendang disebut dengan penari gendang dan penari petuk yang dibawa oleh satu orang.

Sedangkan Peresehan adalah tradisi perkelahian antara 2 orang pria dengan bersenjatakan tongkat rotan serta dilengkapi oleh perisai yang terbuat dari kulit sapi.

Tradisi Peresehan ini mirip dengan tradisi Mekare-kare (perang pandan) di Desa Tenganan Pegeringsingan Bali.

 

Agama

Ada yang unik di Desa Sade, suku sasak suku asli Lombok yang beragama Islam Wetu Telu. Islam Wetu telu sendiri adalah segolongan minoritas dari etnis Sasak penganut sistem kepercayaan sinkretik hasil saling silang ajaran Islam, Hindu dan unsur animisme dan antropomorfimisme (Budha). Namun pada jaman sekarang masyarakatnya sudah menganut agama islam tanpa embel- embel wetu telu lagi dibelakangnya.

 

Bahasa

Bahasa daerah yang dituturkan di Pulau Lombok oleh Suku asli Sasak termasuk di Desa Sade ialah Bahasa Sasak. Bahasa Sasak dapat dikelompokkan ke dalam ragam bahasa yang sama dengan Bahasa Jawa dan Bali. Banyak sekali kosa kata yang cara pelafalan, penggunaan dan maknanya sama dengan kosa kata dalam Bahasa Bali dan Jawa. Ini desebabkan oleh kedekatan geografis dan historis di antara mereka. Bahasa Sasak Bali dan Jawa sama-sama bersumber dari bahasa Kawi dengan aksara Jawa Kuno, Hanacaraka.

#Potret Desa Sade











 

 

#Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang ada, pemberdayaan masyarakat Dusun Wisata Sade bentuknya dengan memanfaatkan dusun wisata untuk menjual tenun ikat dan pernak-pernik lainya kepada para wisatawan yang berdatangan sehingga masyarakat bisa mandiri dan berdaya bersama. Desa Sade termasuk salah satu desa yang tidak mengikuti perkembangan jaman dan masih kental dengan adat istiadatnya.

 

Okay that’s all about culture story. I hope it is helpful and informative enough! So guys, who’s interested to visit Desa Sade?

 

#Daftar Pustaka

1.      Wikipedia.2017. Sade, Lombok Tengah https://id.wikipedia.org/wiki/Sade,_Lombok_Tengah

2.      Anindita. Kehidupan Masyarakat Desa Sade-Desa tradisional suku sasak http://www.pergiberwisata.com/masyarakat-desa-sade/

3.      Afandi, Munsy.2015. Tradisi Islam Wetu Telu di Gumi Sasak Lombok http://lombok-cyber4rt.blogspot.co.id/2014/08/tradisi-islam-wetu-telu-di-gumi-sasak.html

4.      Membersihkan Lantai Menggunakan Kotoran Sapi http://www.pojokinfounik.com/2015/07/membersihkan-lantai-menggunakan-kotoran.html

5.      Berita Budaya.2016. Kini Kerajinan Tenun Sasak Terancam http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/06/kerajinan-tenun-sasak-terancam

6.      Lestari, Baiq Indah.2013. Bahasa di Lombok  http://baiqindahlestari.blogspot.co.id/2013/09/bahasa-di-lombok.html

7.      Tari Oncer Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barathttp://tempolagu.blogspot.co.id/2016/10/tari-oncer-suku-sasak-lombok-nusa.html

8.      Amrullah, Zaenudin.2015. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata Pada Dusun Tradisional Sasak Sade Lombok NTB http://zaenudinamrulloh.blogspot.co.id/2015/04/skripsi-pribadi.html

9.      Gambar1 https://bangbernard.files.wordpress.com/2017/05/img_2038.jpg 

10. Gambar3 http://cdn-media.viva.id/thumbs2/2016/04/23/571ac951c752e-mengunjungi-desa-sade-di-lombok_663_382.jpg

11. Gambar5 https://i1.wp.com/lombok-transwisata.com/wp-content/uploads/2017/03/terios-7-wonders-desa-sade-4.jpg?fit=800%2C449

12. Gambar6 http://4.bp.blogspot.com/-ztG1jh3RWUU/VZy7k_WvlZI/AAAAAAAACv4/n3MHm3Ag668/s1600/sukusasak1.jpg

13. Gambar7  https://i.ytimg.com/vi/PnMUX-RT5yM/maxresdefault.jpg

14. Gambar8 http://4.bp.blogspot.com/-PQ92l-9oyn0/U4-ei7q-DYI/AAAAAAAADgU/Smd-DCwa6UE/s1600/Pelesehan-Dusun-Sade-Lombok.jpg

15. Gambar9 https://www.dilombok.com/wp-content/uploads/2016/04/rumah-adat-di-desa-sade.jpg

16. Gambar10 http://himakova.lk.ipb.ac.id/files/2016/06/EL2.jpg

17. Gambar11 https://www.ninabarbosa.com/wp-content/uploads/2017/06/desa-sade-lombok.png

18. GambarSampul http://1.bp.blogspot.com/-xiJ76bTxfcQ/UApODbqsL1I/AAAAAAAACio/APYQv985bTM/s1600/Kerajinan-Tangan-%25232.jpg